Wednesday, October 7, 2015

Adhie




Pada hari Jumat, 30 September 2015, saya melihat sepasang laki - laki dan perempuan yang sedang berjalan di Kebun Raya Bogor. Saat saya hampiri untuk wawancara, laki - laki yang ternyata bernama Adhie itu dengan ramah menyetujui permintaan saya.

Pak Adhie berusia 46 tahun dan memiliki 2 orang anak. Pak Adhie merupakan seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Siang itu, Pak Adhie sedang menghabiskan hari liburnya di Kebun Raya Bogor bersama istrinya, “iya, kebetulan saya libur, ya jalan – jalan aja sama istri,” kata Pak Adhie. Saat saya menanyakan kegiatan apa yang biasa ia lakukan saat memiliki waktu luang, Pak Adhie menjawab, “apa ya, saya suka refreshing sih, ngelepas penat, jalan – jalan,” ujarnya. “sebisanya kalau ada waktu luang maunya beraktifitas sama keluarga, di tempat yang alam – alam, biar anak – anak bisa merasakan alam, ngga di Jakarta aja.” Setelah saya tanyakan lebih lanjut, Pak Adhie menjelaskan bahwa dirinya memang sangat  menyukai alam, dan ia menginginkan anak – anaknya untuk juga bisa menyukai dan menghargai alam seperti dirinya, “jalan – jalan gini aja sih biasanya nikmatin alam,” jelas Pak Adhie saat ditanyakan aktifitas yang ia biasa lakukan di tempat yang bertema alam

Saat saya tanyakan kriteria tempat yang ia sukai saat leisure time, Pak Adhie menjelaskan bahwa ia suka tempat – tempat yang suasananya seperti pegunungan, “yang suasana pegunungan gitu, yang sejuk, dan udaranya bersih.” Saat saya tanyakan pendapat Pak Adhie tentang Kebun Raya Bogor, ia mengaku bahwa ia sangat menyukai Kebun Raya, “saya suka kok disini, memenuhi keinginan saya lah, aksesnya juga mudah banget, tapi kurangnya di dalem sini susah banget cari makan sama minum, terus ada sewa sepeda tapi ngga dikasih tahu tempatnya dimana, di map-nya juga ngga ada keterangannya sama sekali, polos doang,” ujarnya sambil menunjukkan peta yang tidak ada keterangannya.

Kartika


Pada Jumat siang, 25 September 2015, saya melihat seorang wanita dan seorang pria sedang duduk – duduk sambil asyik mengobrol di sebuah lapangan di Kebun Raya Bogor. Saya menghampiri mereka untuk melakukan wawancara. Mereka menyetujui permintaan saya. Pada hari itu, Kartika, nama wanita tersebut, sedang menghabiskan waktu bersama pacar-nya. Kartika berusia 22 tahun dan bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasta di Jakarta. Pada hari itu, ia menyempatkan dirinya dan pacarnya untuk pergi ke Bogor, “mumpung hari kejepit,” ujarnya.

Saat saya menanyakan kegiatan apa yang biasanya ia lakukan saat leisure time-nya, kartika mengatakan, “aku sih biasanya pergi sama pacar atau keluarga, yapi lebih sering sama pacar, sih.” Saat saya menanyakan lebih spesifik tentang pergi bersama pacar atau keluarga, Kartika menjawab, "hm pergi kemana aja sih, asal bisa kumpul sama keluarga, kalo sama pacar, biasanya quality time aja." Kartika mengaku karena kesibukannya di kantor, ia kurang memiliki waktu untuk bertemu dengan pacarnya, "iya jarang kan ketemu pacar, jadi ya kalo ada waktu luang sempetin ketemu pacar, quality time aja," ungkapnya. Saat saya tanya lebih lanjut mengenai quality time yang ia lakukan, Kartika berkata, "hm paling ngobrol - ngobrol aja sih kalo aku, soalnya jarang ketemu, sekalinya ketemu maunya cerita semuanya." Lalu saya bertanya mengenai hal - hal yang biasanya menjadi topik ngobrol sepasang kekasih ini, Kartika mengaku hal - hal yang dibicarakan biasanya mengenai kehidupan sehari - hari yang dilalui masing - masing, "ya biasa sih cerita - cerita kerjaan juga bisa, cerita kalau ada masalah juga," jelasnya. Saat ditanya mengenai pentingnya bertemu dengan pacar, Kartika menjawab, "penting sih, ha ha ha, kalau sama keluarga kan setiap hari ketemu, kalau sama pacar harus meluangkan waktu khusus."

Saat saya menanyakan tentang alasan memilih Kebun Raya Bogor sebagi tempat quality time mereka hari itu, Kartika menjawab, "hm aku udah pernah kesini sih, tapi biasanya sama keluarga, pengen coba sama dia," ungkapnya sambil menunjuk ke pacarnya. "Iya, cari suasana beda, disini kan beda jauh dari Jakarta, disini sejuk udaranya, suasananya nyaman, banyak pohon unik, terus bisa lama ngobrolnya bebas mau berapa lama," jelas Kartika saat saya menanyakan apa yang ia suka dari Kebun Raya Bogor ini. Namun, ada juga beberapa hal yang menurut Kartika masih kurang dari Kebun Raya Bogor, "tapi disini suka susah cari makan, sign arah juga jarang, map-nya juga ngga dapet, terus banyak banget jalan buntu," ungkapnya.


Saat saya menanyakan tentang hal lain yang ia lakukan di Bogor, Kartika mengaku punya tempat lain yang ia suka selain Kebun Raya, "aku suka kuliner, di Bogor ada restaurant yang aku suka, Kedai Kita," jelasnya.

Putri


Warung Gumbira merupakan sebuah restaurant yang ada di daerah Bogor. Malam itu, saya menghampiri 2 orang wanita yang sedang menunggu makanannya datang. Saat saya hampiri untuk melakukan wawancara, salah satu wanita tersebut menyambut saya dengan sangat ramah.

Wanita tersebut bernama Putri, ia berusia 22 tahun, dan merupakan alumni IPB. Putri adalah seorang marketer yang bekerja di sebuah perusahaan swasta di Bogor. Putri tinggal di bogor bersama keluarganya, namun kadang ia juga menempati rumahnya yang di Depok.

Hari itu adalah kali pertama Putri datang ke Warung Gumbira. Ia datang bersama temannya yang kebetulan meminta bantuannya untuk menyelesaikan skripsi kuliah. Saat saya menanyakan apa yang ia biasa lakukan dalam leisure time-nya, Putri menjawab, “nongkrong sama temen di café atau restaurant!” ungkapnya. Saat saya menanyai lebih lanjut mengenai ketertarikannya terhadap nongkrong dengan teman, Putri menjawab, “iya, kalau kerja kan jadi susah banget waktu untuk kumpul – kumpul sama temen lama, yang tadinya sahabat malah jadi kayak ngga kenal, saya sedih kalau harus terus kehilangan teman karena terlalu sibuk kerja, makanya leisure time ya saya gunakan untuk silaturahmi dengan teman.” Lalu saya bertanya apakah dengan bekerja bisa benar – benar kehilangan teman, Putri berkata, “kalau saya sih, ada banget kejadian begitu, udah sama – sama sibuk, padahal dulu pas kuliah apa – apa cerita, suka nginep, deket bangetlah,” ujarnya, “sekarang nih ya ampun, saya aja suka ngga tau kabar mereka, giliran ketemu malah awkward,” lanjutnya.

Saat saya menanyakan mengapa kegiatan nongkrong harus dilakukan di café, ia menjawab café merupakan tempat yang tepat untuk nongkrong dengan teman – temannya, “daripada restaurant sebenarnya lebih suka café, tempatnya lebih santai, mau pesan kopi doang juga ngga apa – apa, duduk lama juga ngga apa – apa,” ungkap Putri. Menurut Putri, tempat yang ideal untuk nongkrong adalah tempat yang memiliki suasana nyaman, ada music-nya, dan juga menyediakan makanan dan minuman dengan rasa yang enak.


Saat saya menanyakan lebih lanjut tentang Warung Gumbira, Putri menjawab “saya tau tempat ini dari temen, sih, banyak yang rekomendasiin, katanya es-nya enak, tapi belum coba sih, belum datang nih es-nya.” Putri juga menjelaskan bahwa Bogor merupakan kota sejuta kenangan untuknya, “Bogor tuh kota sejuta kenangan, banyak hal yang saya lalui di sini, kuliah saya di sini, teman – teman di sini juga banyak banget, mantan juga di sini, ha ha ha ha! Pokoknya kenangan manis pahit ada di Bogor semuanya!” jelasnya.

Pak Marsono


Rabu, 30 September 2015 di Taman Topi, Bogor, saya menghampiri seorang bapak yang sedang duduk di ayunan bersama anaknya, saat saya hampiri untuk melakukan wawancara mengenai leisure time, bapak itu terlihat ragu pada awalnya, ia beralasan bahwa ia tidak begitu mengerti bagaimana cara di wawancara, namun setelah saya sedikit  membujuknya, ia pun akhirnya setuju untuk di wawancara.

Bapak itu bernama Marsono, ia berusia 41 tahun dan memiliki 2 orang anak laki – laki. Pada saat itu, ia hanya bersama anak bungsunya, sedangkan istri dan anak sulungnya berada di rumah, “iya, mbak, ini anak saya, yang bontot, kalau yang besar di rumah sama istri, jaga warung,” ujarnya. Pak Marsono bertempat tinggal di Citayam, Depok. Siang itu, ia sedang menemani anaknya bermain ayunan di Taman Topi. Tidak hanya anaknya, Pak Marsono juga sedang berayun – ayun di ayunan tersebut, dan wajahnya pun terlihat sama senangnya seperti anaknya.

Saat saya menanyakan kapan ia biasanya memiliki waktu luang, Pak Marsono menjawab waktu luangnya adalah saat ia sedang tidak berjualan di warung atau saat warung tutup, “kalo ini kebetulan anak saya minta jalan – jalan habis lebaran, jadi istri saya yang jaga warung, saya nemenin ini, si bontot,” ujarnya sambil menunjuk ke anaknya. Saat ditanya apa yang biasanya ia lakukan untuk mengisi waktu luangnya, Pak Marsono berkata, “wah, apa ya mbak, saya sih apa aja, yang penting sama keluarga, soalnya kan saya hampir selalu sama mereka, di warung, di rumah, jadi ini pergi cuma berdua aja rasanya ada yang ngganjel gitu ninggal istri sama kakaknya dirumah.” Ia juga menjelaskan bahwa ia sangat menyayangi keluarganya, “gimana ya mbak, istri saya jaga warung kok saya sama anak jalan – jalan,” ungkapnya sambil menunjukkan raut wajah sedih karena kali ini ia tidak dapat meluangkan waktu luangnya bersama seluruh keluarganya. Saat saya mencoba menggali lebih dalam arti keluarga bagi Pak Marsono, ia menjawab, “keluarga ya nomor satu, mbak, saya susah, seneng, mereka selalu ada sama saya,” ujarnya.


Saat saya menanyakan mengapa memilih Taman Topi sebagai tempat tujuannya hari itu, Pak Marsono berkata, “Taman ini deket dari stasiun, mbak, jadi ngga perlu naik angkot lagi, masuknya murah lagi, jajanannya juga ngga mahal kalau anak saya minta minum atau cemilan, terus dari rumah saya cuma beberapa stasiun langsung sampai, kereta-nya juga murah, pakai AC lagi, adem.” Saat saya menanyakan apakah ada alasan lain selain karena jarak dan harga, Pak Marsono berkata, “disini adem, mbak, bisa duduk – duduk, banyak mainannya buat anak saya, saya seneng aja kalo liat anak main – main, saya juga sekalian ngelepas capek, santai – santai.” Saat saya menanyakan apakah ada tempat lain selain Taman Topi yang pernah ia kunjungi di Bogor, ia menjawab bahwa Kebun Raya Bogor merupakan tujuan yang cukup ia suka, “Kebun Raya mbak, saya suka banyak pohon gede – gede, adem banget, lebih bersih dari sini, cuma harganya lumayan lebih mahal,” ungkapnya.

Tuesday, October 6, 2015

Yeni



Rabu, 30 September 2015 di Taman Topi, Bogor, saya melihat seorang wanita sedang duduk berteduh di bawah tempat yang sejuk. Wanita itu berambut ikal dengan kulit sawo matang itu sedang menikmati sekotak minuman sambil asyik menatap smartphone-nya. Saat saya hampiri untuk wawancara, ia langsung bersedia sambil berkata, “wah kebetulan, boleh deh, mumpung nunggu temen nih.”

Sebelum wawancara dimulai, kami sempat berbincang – bincang terlebih dahulu. Dari perbincangan itu, saya mengetahui bahwa wanita tersebut bernama Yeni. Yeni berumur 31 tahun dan bekerja di bidang marketing di sebuah perusahaan swasta di daerah Depok. Pekerjaannya sebagai seorang marketing officer membuatnya harus beraktfitas di luar kantor untuk menemui client – clientnya.

Saat ditanya mengenai leisure time-nya, ia mengatakan, “ya itu, leisure time saya ya pas di sela – sela waktu ketemu client, atau kalo sudah selesai semua meeting ya saya ngga ada kerjaan lagi ya itu leisure time-nya, mbak.” Saat ditanya mengenai hal – hal yang ia suka lakukan saat leisure time, Yeni mengatakan bahwa berkumpul dengan teman yang sesama marketer merupakan hal yang paling ia sukai dan wajib untuk dilakukan, “sahabat saya orang marketing juga, cuma beda kantor, kalau ada waktu luang saya sering banget ketemu mereka, selain lepas kangen sekalian sharing masalah kerja, misalnya minta koneksi ke mereka juga bisa,” ungkapnya sambil menjelaskan bahwa sahabat yang ia maksud adalah orang yang sedang dia tunggu, “saya sebisanya waktu luang itu jangan sampai sia – sia, jadi saya lakukan hal – hal yang bisa membantu pekerjaan saya, apalagi bisa menambah penghasilan, jangan cuma ngeluarin uang terus, ha ha ha, contohnya sharing sama teman masalah kerja, bisa dapet ilmu baru, info klien, dan sebagainya,” lanjut Yeni.


Saat ditanya mengenai hal apa yang membuatnya datang ke Taman Topi, ia mengatakan bahwa Taman Topi merupakan tempat yang cocok untuk bertemu dengan teman – temannya, “saya kesini sudah sering banget! Deket stasiun, jadi titik kumpul banget lah! Masuknya juga ngga mahal, tamannya lumayan sejuk, beda banget sama Jakarta atau Depok, didepan juga banyak makanan, lumayan murah lah,” ungkapnya. “lagian kalau disini mau duduk doang juga ngga apa – apa, kalau di restaurant harus beli makan minum, udah gitu ngga bisa ngobrol lepas, ketawa lepas, kalau berisik nanti saya diusir lagi, ha ha ha.” Katanya sambil tertawa.